Empat orang yang diduga pelaku pemalsuan Surat Izin Mengemudi (SIM) ditangkap Polresta Sawahlunto.
Diketahui, pelaku pemalsuan SIM terdiri dari tiga pria dan seorang perempuan. Ketiga pria masing-masing berinisial TB (33) tahun, P (52) tahun, BSH (44) tahun, dan perempuan berinisial N (47) tahun.
Masing-masing pelaku diduga pemalsuan (SIM) diamankan di lokasi yang berbeda.
Kapolres Sawahlunto AKBP Purwanto mengungkapkan, kasus ini sudah diketahui pada Kamis 23/3/2023lalu sekitar pukul 20.30 WIB, kemudian dilakukan pengembangan pada Selasa 28/3)/2023 sekitar pukul 17.00 WIB.
Kasus ini terungkap adanya laporan anggota Polresta Padang yang meminta tolong kepada anggota Satlantas Polres Sawahlunto untuk mengecek satu lembar SIM BII Umum.
“Dari hasil dari pengecekan yang dilakukan satu lembar SIM tersebut bukanlah SIM dengan golongan BII umum melainkan SIM A yang terdata pada registrasi SIM keliling,” terangnya, Senin 27/3/2023.
Pelaku memiliki perangnya masing-masing, pelaku TB dan N berperan mengumpulkan dan membantu para sopir yang ingin mendapatkan SIM B II Umum secara cepat dan instan tanpa melalui prosedur dan tes yang terbilang cukup rumit.
Kemudian pelaku P dan BSH merupakan tempat TB dan N merubah SIM yang sebelumnya adalah SIM A, kemudian tulisan pada SIM tersebut di hapus lalu diganti dengan tulisan SIM B II Umum.
“SIM itu dibuat sebagaimana aslinya,” jelasnya.
Keempat pelaku disangkakan : Pasal 263 KUHPidana Jo Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Pasal 263 KUHPidana berbunyi, Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu.
“Diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun,” tuturnya.
“Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHPidana : Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap, 1 Akta otentik,” imbuhnya.